Merasa Didiskriminasi, Honor Jauh dari Memadai - Keprihatinan Guru Swasta di Banten
2 posters
Page 1 of 1
Merasa Didiskriminasi, Honor Jauh dari Memadai - Keprihatinan Guru Swasta di Banten
Setiap guru memiliki kewajiban yang sama, yakni turut serta mencerdaskan bangsa. Namun kewajiban yang sama tersebut, tidak berbanding lurus dengan hak yang diterima oleh setiap guru, apalagi bagi guru swasta.
Tb A Fauzi S – Serang
Di mata para guru swasta yang tergabung dalam Persatuan Guru Swasta (PGS) Banten, belum memerhatikan seluruh komponen pendidikan, misalnya masih bersikap diskriminatif terhadap guru swasta. “Masih banyak ketidakadilan yang dirasakan para guru swasta,” terang Muhammad Nurdin, Ketua PGS Banten, saat bertandang ke Radar Banten, Kamis (28/5).
Selain Muhammad Nurdin, hadir pula Dewan Pembina PGS Banten Emar Supardi, Sekretaris PGS Banten Sumarno, dan tiga pengurus lainnya, yakni A Darwin, Saepudin, dan Yeti Suharti. Kehadiran para tenaga pendidik ini diterima langsung Pemred Radar Banten M Widodo di ruang rapat redaksi.
Berenam silih berganti mengungkapkan keprihatinannya. Mulai dari soal diskriminasi pendapatan, tak adanya perlindungan hukum, tak adanya standar honor guru swasta. Sebagai perbandingan mereka mencontohkan buruh yang pendidikannya tidak standar saja diterapkan upah minimum kabupaten/kota.
Nurdin mencontohkan, salah satu bentuk diskriminasi ini adalah terkait rencana sekolah gratis bagi siswa SD dan SMP yang hanya berlaku bagi sekolah negeri. “Saya sepakat dengan sekolah gratis ini untuk memberikan kesempatan pendidikan bagi seluruh masyarakat untuk mendapatkan pendidikan di tingkat dasar. Tapi kenapa hanya untuk sekolah negeri, sementara swasta tidak ikut digratiskan juga,” ujarnya. Padahal, lanjutnya, banyak siswa yang bersekolah di sekolah swasta berasal dari keluarga miskin.
Dalam masalah kesejahteraan, kata Nurdin, juga sangat tampak diskriminasi tersebut. Guru berstatus PNS sudah jelas ditanggung pemerintah, sementara guru swasta berdasarkan UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen hanya berdasarkan kesepakatan dan kontrak kerja. “Sedangkan kontrak kerjanya seperti apa, itu tidak ada aturannya. Sehingga guru swasta rentan mendapatkan kesewenang-wenangan dari pemilik yayasan. Guru swasta hanya digaji berdasarkan jumlah jam mengajar. Kalau sedikit mengeluh, langsung dikurangi jam mengajarnya bahkan dikeluarkan tanpa diberi pesangon sama sekali,” ungkapnya.
Ketua Dewan Pembina PGS Banten Empar Supardi juga mengkritisi program sertifikasi yang bertujuan meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan guru hanya didominasi guru berstatus PNS. “Padahal semestinya yang perlu diperhatikan adalah guru yang kesejahteraannya masih minim, di antaranya para guru. Guru swasta itu, sudah gajinya minim, kadang telat sampai 3 bulan pembayarannya,” ujarnya.
Sekretaris PGS Banten Sumarno menjelaskan, pendidikan untuk pribumi di Indonesia diprakarsai oleh para tokoh yang mendirikan sekolah swasta, seperti Taman Siswa, sekolah Kartini, termasuk oleh organisasi keagamaan Muhammadiyah atau Nahdlatul Ulama. “Tapi setelah kemerdekaan, nasib para guru swasta tak pernah diperhatikan,” ujarnya.
Sumarno juga mengkritik adanya guru berstatus PNS yang diperbantukan di sekolah swasta. Kata dia, guru PNS tersebut, selain mendapat gaji tetap dari pemerintah juga mendapatkan honor dari yayasan. “Bahkan para guru berstatus PNS itu mendapatkan berbagai prioritas, seperti jabatan dan kepanitiaan sehingga semakin memperbesar kesenjangan antara guru PNS dan swasta. Padahal mereka sudah mendapatkan gaji dari pemerintah. Kalau seperti itu, mereka mendapatkan gaji buta dari pemerintah,” ujarnya.
Sumarno mengungkapkan, pemerintah memang memberikan subsidi tunjangan fungsional bagi guru non-PNS. “Tapi tunjangan itu hanya dinikmati segelintir guru swasta. Dari satu sekolah swasta, paling hanya satu dua yang menikmatinya,” ungkapnya.
Menyikapi masalah ini, kata Sumarno, PGS yang baru didirikan pada 1 Maret 2009 ini akan mendorong pemerintah untuk membuat regulasi yang jelas bagi para guru swasta. “Selama ini tidak ada acuan yang jelas bagi para guru swasta,” ungkapnya.
Sementara Yeti mengungkapkan keprihatinannya bahwa sampai saat ini tak pernah ada perlindungan hukum bagi guru swasta. “Sehingga kalau dipecat dari sekolah, ya gak ada pesangonnya. Ini kan tragis,” katanya.
sumber :
Tb A Fauzi S – Serang
Di mata para guru swasta yang tergabung dalam Persatuan Guru Swasta (PGS) Banten, belum memerhatikan seluruh komponen pendidikan, misalnya masih bersikap diskriminatif terhadap guru swasta. “Masih banyak ketidakadilan yang dirasakan para guru swasta,” terang Muhammad Nurdin, Ketua PGS Banten, saat bertandang ke Radar Banten, Kamis (28/5).
Selain Muhammad Nurdin, hadir pula Dewan Pembina PGS Banten Emar Supardi, Sekretaris PGS Banten Sumarno, dan tiga pengurus lainnya, yakni A Darwin, Saepudin, dan Yeti Suharti. Kehadiran para tenaga pendidik ini diterima langsung Pemred Radar Banten M Widodo di ruang rapat redaksi.
Berenam silih berganti mengungkapkan keprihatinannya. Mulai dari soal diskriminasi pendapatan, tak adanya perlindungan hukum, tak adanya standar honor guru swasta. Sebagai perbandingan mereka mencontohkan buruh yang pendidikannya tidak standar saja diterapkan upah minimum kabupaten/kota.
Nurdin mencontohkan, salah satu bentuk diskriminasi ini adalah terkait rencana sekolah gratis bagi siswa SD dan SMP yang hanya berlaku bagi sekolah negeri. “Saya sepakat dengan sekolah gratis ini untuk memberikan kesempatan pendidikan bagi seluruh masyarakat untuk mendapatkan pendidikan di tingkat dasar. Tapi kenapa hanya untuk sekolah negeri, sementara swasta tidak ikut digratiskan juga,” ujarnya. Padahal, lanjutnya, banyak siswa yang bersekolah di sekolah swasta berasal dari keluarga miskin.
Dalam masalah kesejahteraan, kata Nurdin, juga sangat tampak diskriminasi tersebut. Guru berstatus PNS sudah jelas ditanggung pemerintah, sementara guru swasta berdasarkan UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen hanya berdasarkan kesepakatan dan kontrak kerja. “Sedangkan kontrak kerjanya seperti apa, itu tidak ada aturannya. Sehingga guru swasta rentan mendapatkan kesewenang-wenangan dari pemilik yayasan. Guru swasta hanya digaji berdasarkan jumlah jam mengajar. Kalau sedikit mengeluh, langsung dikurangi jam mengajarnya bahkan dikeluarkan tanpa diberi pesangon sama sekali,” ungkapnya.
Ketua Dewan Pembina PGS Banten Empar Supardi juga mengkritisi program sertifikasi yang bertujuan meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan guru hanya didominasi guru berstatus PNS. “Padahal semestinya yang perlu diperhatikan adalah guru yang kesejahteraannya masih minim, di antaranya para guru. Guru swasta itu, sudah gajinya minim, kadang telat sampai 3 bulan pembayarannya,” ujarnya.
Sekretaris PGS Banten Sumarno menjelaskan, pendidikan untuk pribumi di Indonesia diprakarsai oleh para tokoh yang mendirikan sekolah swasta, seperti Taman Siswa, sekolah Kartini, termasuk oleh organisasi keagamaan Muhammadiyah atau Nahdlatul Ulama. “Tapi setelah kemerdekaan, nasib para guru swasta tak pernah diperhatikan,” ujarnya.
Sumarno juga mengkritik adanya guru berstatus PNS yang diperbantukan di sekolah swasta. Kata dia, guru PNS tersebut, selain mendapat gaji tetap dari pemerintah juga mendapatkan honor dari yayasan. “Bahkan para guru berstatus PNS itu mendapatkan berbagai prioritas, seperti jabatan dan kepanitiaan sehingga semakin memperbesar kesenjangan antara guru PNS dan swasta. Padahal mereka sudah mendapatkan gaji dari pemerintah. Kalau seperti itu, mereka mendapatkan gaji buta dari pemerintah,” ujarnya.
Sumarno mengungkapkan, pemerintah memang memberikan subsidi tunjangan fungsional bagi guru non-PNS. “Tapi tunjangan itu hanya dinikmati segelintir guru swasta. Dari satu sekolah swasta, paling hanya satu dua yang menikmatinya,” ungkapnya.
Menyikapi masalah ini, kata Sumarno, PGS yang baru didirikan pada 1 Maret 2009 ini akan mendorong pemerintah untuk membuat regulasi yang jelas bagi para guru swasta. “Selama ini tidak ada acuan yang jelas bagi para guru swasta,” ungkapnya.
Sementara Yeti mengungkapkan keprihatinannya bahwa sampai saat ini tak pernah ada perlindungan hukum bagi guru swasta. “Sehingga kalau dipecat dari sekolah, ya gak ada pesangonnya. Ini kan tragis,” katanya.
sumber :
- Code:
http://www.radarbanten.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=42347
fahri_azzam- Sekolah Dasar
- Jumlah posting : 136
Lokasi : Tangerang Hotz City
Joint Date : 2008-07-17
Re: Merasa Didiskriminasi, Honor Jauh dari Memadai - Keprihatinan Guru Swasta di Banten
baca dulu gan
rian- Moderator
- Jumlah posting : 147
Joint Date : 2009-04-02
Similar topics
» Kritik, Saran dan Pertanyaan Untuk Kemajuan Yuppentek Community
» Photo dari Kamera Handphone
» Desain Baju Unik dari Uang Koin : Million dollar garments made of gold coins in Tokyo
» Photo dari Kamera Handphone
» Desain Baju Unik dari Uang Koin : Million dollar garments made of gold coins in Tokyo
Page 1 of 1
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum